Mengapa Harga Tiket Pesawat di Indonesia Lebih Mahal: Penjelasan Tony Fernandes dan Langkah Pemerintah
Industri penerbangan di Indonesia belakangan menjadi sorotan publik. Salah satu topik yang paling sering dibahas adalah harga tiket pesawat domestik yang dianggap lebih mahal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN. Tony Fernandes, CEO AirAsia, mengungkap beberapa faktor utama yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat di Indonesia. Dalam sebuah diskusi dengan media di Hotel Fairmont pada 5 September 2024, Fernandes menyoroti tiga hal utama: harga avtur yang tinggi, pajak berlipat, serta kebijakan tarif batas atas dan bawah. Selain itu, ia juga menyinggung faktor lain seperti nilai tukar yang mempengaruhi daya saing Indonesia di pasar penerbangan global. Artikel ini akan membahas secara mendalam faktor-faktor yang disebutkan Fernandes serta langkah-langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ini.
### 1. Harga Avtur yang Tinggi
Avtur, bahan bakar pesawat, merupakan salah satu komponen terbesar dalam struktur biaya penerbangan. Fernandes menyebutkan bahwa harga avtur di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan negara-negara tetangga. Berdasarkan data dari PT Pertamina (Persero), harga avtur pada periode 1-30 September 2024 di Bandara Soekarno-Hatta tercatat sebesar Rp13.211,31 per liter. Angka ini sangat tinggi dibandingkan dengan harga di negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini menambah beban operasional maskapai, yang pada akhirnya berdampak pada harga tiket pesawat.
Fernandes menyatakan bahwa bahan bakar di Indonesia mungkin merupakan yang tertinggi di dunia. Ini menjadi salah satu biang kerok mengapa tiket penerbangan domestik menjadi sangat mahal. Padahal, bagi maskapai penerbangan, biaya bahan bakar menyumbang proporsi yang signifikan dalam total biaya operasional. Dengan harga avtur yang lebih tinggi, maskapai terpaksa menaikkan harga tiket agar tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan efisien.
### 2. Pajak yang Berlipat
Selain harga avtur, Fernandes juga menyoroti pajak yang dikenakan di Indonesia, yang ia sebut sebagai salah satu faktor lain yang menyebabkan mahalnya tiket pesawat. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak hanya dikenakan pada maskapai, tetapi juga pada turis dan suku cadang pesawat. Menurut Fernandes, selama bertahun-tahun maskapai telah berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk menghapus pajak impor suku cadang, tetapi hingga saat ini belum ada perubahan signifikan.
Pengenaan pajak ganda pada berbagai komponen penerbangan menambah beban biaya operasional bagi maskapai. Tidak hanya pajak impor suku cadang, tetapi juga PPN pada turis dan komponen lain yang terlibat dalam industri penerbangan turut menjadi masalah. Dalam konteks global, kebijakan semacam ini cenderung membuat maskapai penerbangan lebih sulit untuk bersaing di pasar internasional, karena harga tiket yang lebih tinggi membuat wisatawan dan pelaku bisnis berpikir dua kali untuk terbang di rute domestik.
### 3. Kebijakan Tarif Batas Atas dan Bawah
Faktor ketiga yang diungkapkan Fernandes adalah kebijakan tarif batas atas dan bawah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan ini seharusnya dirancang untuk menjaga harga tiket pesawat tetap terjangkau bagi masyarakat, namun menurut Fernandes, kebijakan ini justru menyebabkan harga tiket menjadi lebih mahal. Pasalnya, maskapai cenderung menetapkan tarif mendekati batas atas, yang pada akhirnya justru membuat harga tiket menjadi semakin tidak terjangkau.
Fernandes menyarankan agar kebijakan ini dihapus karena, menurutnya, hal ini justru menciptakan distorsi pasar yang membuat harga tiket lebih tinggi. Dengan adanya pembatasan ini, maskapai tidak memiliki fleksibilitas dalam menentukan harga tiket berdasarkan kondisi pasar yang sesungguhnya, sehingga menciptakan harga yang tidak kompetitif, terutama untuk penerbangan domestik.
### 4. Faktor Nilai Tukar
Nilai tukar juga menjadi faktor lain yang mempengaruhi harga tiket pesawat di Indonesia. Ketika rupiah melemah terhadap dolar AS, maskapai yang harus membayar bahan bakar dan suku cadang dengan mata uang asing akan mengalami peningkatan biaya. Menurut Fernandes, daya saing Indonesia dalam pasar penerbangan menurun seiring dengan pelemahan rupiah, karena biaya operasional yang terus meningkat memaksa maskapai untuk menaikkan harga tiket.
Ini menjadi masalah yang rumit karena maskapai tidak dapat sepenuhnya mengontrol nilai tukar, namun dampaknya terhadap bisnis penerbangan sangat signifikan. Dengan pelemahan rupiah, harga bahan bakar yang dibeli dalam dolar AS otomatis naik, dan ini menjadi beban tambahan bagi maskapai yang harus dipindahkan kepada konsumen dalam bentuk harga tiket yang lebih tinggi.
### 5. Tanggapan Pemerintah: Evaluasi Komponen Pembentuk Harga
Menyadari tingginya harga tiket pesawat domestik, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mengevaluasi komponen-komponen yang mempengaruhi harga tiket. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan harga tiket pesawat domestik termahal kedua di dunia, setelah Brasil. Dalam unggahannya di Instagram pada Juli 2024, Luhut menilai bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap komponen pembentuk harga tiket pesawat.
Salah satu komponen yang akan dievaluasi adalah **Cost Per Block Hour (CBH)**, yaitu biaya operasional per jam terbang. Luhut menyatakan bahwa pemerintah sedang merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan. Evaluasi ini diharapkan bisa mengidentifikasi rincian biaya yang mungkin bisa dipangkas, sehingga harga tiket dapat ditekan.
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk mempercepat kebijakan pembebasan bea masuk dan pembukaan **Lartas** (larangan terbatas) untuk barang-barang impor tertentu, yang sebagian besar digunakan dalam perawatan pesawat. Perawatan pesawat sendiri menyumbang sekitar 16% dari total biaya operasional maskapai, sehingga penghapusan bea masuk diharapkan dapat membantu menurunkan biaya tersebut.
### 6. Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat
Pemerintah Indonesia juga telah membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat sebagai bagian dari upaya menciptakan harga tiket yang lebih terjangkau. Satgas ini melibatkan beberapa kementerian, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta beberapa kementerian dan lembaga terkait lainnya.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menangani masalah tingginya harga tiket pesawat secara serius. Dengan adanya koordinasi lintas kementerian, diharapkan dapat ditemukan solusi yang efektif untuk menurunkan harga tiket, baik melalui pengurangan biaya operasional maskapai maupun melalui revisi kebijakan yang terkait dengan pajak dan tarif.
### Penutup
Harga tiket pesawat di Indonesia yang lebih mahal dibandingkan negara-negara ASEAN lain menjadi masalah yang kompleks dan melibatkan berbagai faktor. Tony Fernandes, CEO AirAsia, mengungkap beberapa biang kerok utama, termasuk harga avtur yang tinggi, pajak yang berlipat, serta kebijakan tarif batas atas dan bawah. Selain itu, faktor nilai tukar juga mempengaruhi biaya operasional maskapai dan daya saing Indonesia di pasar penerbangan.
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk menangani masalah ini, termasuk evaluasi komponen pembentuk harga, pembebasan bea masuk, serta pembentukan satgas penurunan harga tiket pesawat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan harga tiket pesawat di Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif di masa depan, sehingga mendorong pertumbuhan industri penerbangan dan pariwisata di tanah air.
0 Komentar