AS Ancam Tarif Penuh Jika Tak Mau Berunding: Akankah Crypto Jadi Korban Perang Dagang Terbaru?
(Meta Description: Presiden AS Donald Trump mengancam memberlakukan tarif penuh jika negosiasi dagang gagal. Bagaimana dampaknya pada pasar crypto yang sedang volatil? Baca analisis mendalam berikut!)
Pendahuluan: Tarif AS dan Dampak Global yang Tak Terhindarkan
Pernyataan terbaru Menteri Keuangan AS Scott Bessent menggemakan ancaman yang sudah lama menggantung: Donald Trump siap memberlakukan tarif impor penuh jika mitra dagang AS menolak berunding "dengan itikad baik." Meski Bessent tidak merinci kriteria "itikad baik" atau timeline pasti, ancaman ini memicu kekhawatiran baru di tengah ketegangan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.
Lalu, bagaimana dampaknya pada pasar crypto, aset yang sering disebut sebagai "safe haven" sekaligus "high-risk investment"? Apakah Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH) akan kembali terjun bebas seperti awal April lalu, atau justru mendapat keuntungan dari pelarian modal?
Artikel ini akan membedah:
Akar konflik tarif AS dan mengapa crypto rentan terpengaruh.
Sejarah volatilitas crypto saat perang dagang memanas.
Skenario terburuk jika tarif penuh benar-benar diberlakukan.
Strategi investor menghadapi ketidakpastian ini.
1. Tarif Trump: Ulang Tahun Kebijakan yang Tak Pernah Usai
Kebijakan Tarif AS: Dari Obama Hingga Trump
Donald Trump bukanlah presiden pertama yang menggunakan tarif sebagai senjata dagang. Namun, dialah yang paling konsisten—dan paling kontroversial—dalam pendekatannya.
2018-2019: Trump memulai perang dagang dengan China, mengenakan tarif hingga 25% pada impor senilai $250 miliar.
2020: Perjanjian Fase Satu (Phase One Deal) meredakan ketegangan, tapi tidak menyelesaikan akar masalah.
April 2024: Trump melunak, menurunkan tarif sementara menjadi 10% untuk sebagian besar barang.
Mei 2024: Ancaman tarif penuh kembali muncul.
Pertanyaan Retoris: Jika tarif adalah solusi, mengapa AS masih defisit dagang $1,1 triliun pada 2023?
Apa yang Dimaksud dengan "Berunding dengan Itikad Baik"?
Scott Bessent tidak menjelaskan secara rinci, tapi analis memperkirakan ini terkait:
Pembatasan ekspor teknologi (seperti chip AI ke China).
Subsidi industri domestik yang dianggap tidak adil (misalnya, mobil listrik Uni Eropa).
Penyelesaian sengketa WTO yang mandek.
Fakta Kunci:
*"AS masih memiliki tarif rata-rata 3,4%—lebih rendah dari China (7,5%) dan Uni Eropa (5,1%). Tapi tarif selektif Trump bisa mencapai 25-50% untuk sektor strategis."* (Sumber: Peterson Institute for International Economics)
2. Crypto di Tengah Badai Perang Dagang: Safe Haven atau Domino Effect?
Kasus April 2024: Ketika BTC Anjlok ke $75.000
Awal April lalu, ketika Trump pertama kali mengancam kenaikan tarif:
BTC turun 12% dalam seminggu.
ETH terjun ke $1.500 (level terendah sejak Februari).
Indeks DXY (Dolar AS) menguat 2,3%, menunjukkan pelarian ke aset "aman".
Tapi mengapa crypto ikut terpukul?
Liquidity Crunch: Investor menjual aset berisiko (termasuk crypto) untuk memegang cash.
Korelasi Sementara dengan Saham: BTC sempat bergerak mirip Nasdaq-100 saat risiko geopolitik tinggi.
Regulasi Tambahan: AS bisa memperketat pengawasan crypto sebagai bagian dari kontrol modal.
Skenario 2024: Apa yang Terjadi Jika Tarif Penuh Diberlakukan?
a) Skenario Bullish (Pelarian Modal ke Crypto)
Jika dolar AS terlalu kuat, negara lain mungkin de-dollarisasi → aliran modal ke BTC sebagai "digital gold".
Contoh 2020: BTC naik 300% setelah Fed mencetak uang untuk stimulus COVID.
b) Skenario Bearish (Risk-Off Mode)
Pasar saham jatuh → crypto ikut terimbas karena margin call dan likuidasi besar-besaran.
Contoh Mei 2022: BTC anjlok 60% setelah Fed menaikkan suku bunga agresif.
Pertanyaan Provokatif: Jika Trump benar-benar memicu resesi, akankah crypto menjadi penyelamat atau korban?
3. Siapa yang Paling Terancam?
a) Negara dengan Ekspor ke AS
China: Ekspor $500 miliar/ke AS, terutama elektronik.
Uni Eropa: Mobil listrik dan mesin industri.
Asia Tenggara: Vietnam (garmen) dan Malaysia (semikonduktor).
b) Sektor Fintech & Crypto
Exchange seperti Binance & Coinbase: Volume trading bisa merosot jika volatilitas ekstrem.
Miner Bitcoin: Biaya operasional naik karena harga komponen impor (seperti chip) lebih mahal.
Data Penting:
"60% rig mining BTC menggunakan hardware buatan China. Tarif AS bisa menaikkan harga miner hingga 20%." (Sumber: BitMEX Research)
4. Strategi Investor: Bertahan atau Melompat?
a) Hedging dengan Stablecoin
Alokasi sebagian portofolio ke USDT/USDC untuk hindari volatilitas.
b) Accumulation di Level Support
BTC di bawah 1.800 bisa jadi titik beli jangka panjang.
c) Diversifikasi ke Crypto "Safe Haven"
Monero (XMR): Privasi tinggi, kurang terpengaruh regulasi.
Gold-Backed Token (PAXG): Tersambung dengan emas fisik.
Pernyataan Pakar:
"Crypto tidak lagi sepenuhnya terpisah dari tradisional. Tapi krisis justru bisa percepat adopsi sebagai alternatif sistem." (Vitalik Buterin, Pendiri Ethereum)
Kesimpulan: Crypto di Ujung Tanduk atau Ambang Terobosan?
Ancaman tarif penuh AS adalah pedang bermata dua untuk crypto:
Jika krisis memperburuk kepercayaan pada fiat, BTC dan ETH bisa jadi penyelamat.
Jika likuiditas global mengering, seluruh pasar risiko (termasuk crypto) akan terseret.
Pertanyaan Terakhir untuk Pembaca:
Bagaimana Anda mempersiapkan portofolio crypto menghadapi perang dagang ini?
baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor
0 Komentar