Baru Seminggu ATH, Bitcoin Berbalik Arah Terjun ke US$109 Ribu: Kiamat Mini Kripto atau Hanya Pemberhentian Sebelum Meluncur Lagi?

 Investasi cerdas adalah kunci menuju masa depan berkualitas dengan menggabungkan pertumbuhan, perlindungan, dan keuntungan


Meta Description: Bitcoin anjlok 13% ke US$109 ribu hanya seminggu setelah cetak ATH US$126 ribu. Artikel ini mengupas tuntas analisis mendalam penyebab koreksi drastis ini: dari eskalasi perang dagang AS-China, tekanan likuiditas, hingga sentimen pasar yang berubah cepat. Simak opini ahli dan masa depan BTC pasca-guncangan ini.


Baru Seminggu ATH, Bitcoin Berbalik Arah Terjun ke US$109 Ribu: Kiamat Mini Kripto atau Hanya Pemberhentian Sebelum Meluncur Lagi?

JAKARTA - Pesta pora para "bull" atau investor optimis di pasar kripto berakhir mendadak dalam darah dan air mata. Hanya berselang tujuh hari setelah menorehkan rekor fantastis di level US$126.000, Bitcoin (BTC), raja aset digital itu, terhempas keras. Pada perdagangan Minggu (12/10) pagi, harganya menggantung di sekitar US$109 ribu—sebuah koreksi tajam lebih dari 13% yang menghapus miliaran dolar dari pasar hanya dalam hitungan jam.

Layaknya domino yang jatuh beruntun, penurunan ini langsung menyeret hampir seluruh pasar altcoin ke zona merah menyala. Ethereum (ETH), Solana (SOL), dan sejumlah aset kripto lainnya tercatat merosot hingga puluhan persen, mengubah ekosistem yang seminggu lalu penuh sorak-sorai menjadi lautan kepanikan. Menurut data CoinMarketCap, total kapitalisasi pasar kripto menyusut drastis, dengan ratusan ribu trader melaporkan posisi mereka "diliquidasi" atau dipaksa tutup oleh bursa karena kerugian yang membengkak.

Lalu, pertanyaannya menggelayut di benak setiap investor: Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini awal dari "kiamat mini" kripto, atau sekadar jeda sehat sebelum roket Bitcoin kembali menyala? Jawabannya, ternyata, terletak pada sebuah pertaruhan geopolitik lama yang kembali memanas: perang dagang Amerika Serikat dan China.

Trump dan Palu Tarif 100%: Pemicu Ledakan yang Mengguncang Pasar Global

Akar dari kekacauan ini bermula dari Gedung Putih, bukan dari grafik teknikal atau analisis on-chain. Pada Jumat (10/10) waktu setempat, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dalam sebuah konferensi pers yang penuh dengan retorika nasionalis, mengumumkan langkah agresif baru terhadap China.

"Kita tidak bisa lagi membiarkan China membunuh pekerjaan Amerika. Mulai pekan depan, tarif untuk impor barang China senilai US$300 miliar akan saya naikkan menjadi 100%," ujar Trump dengan tegas. Tidak berhenti di situ, administrasinya juga memberlakukan pembatasan ekspor yang ketat terhadap perangkat lunak komputasi kuantum dan teknologi AI tertentu—dua bidang yang dianggap sebagai tulang punggung persaingan teknologi di masa depan.

Keputusan ini bagaikan petir di siang bolong. Pasar keuangan global langsung bereaksi negatif. Indeks saham di Asia, termasuk Hang Seng dan Nikkei, dibuka dengan kejatuhan signifikan. Dolar AS menguat secara tiba-tiba sebagai safe-haven asset, sementara mata uang negara-negara emerging market melemah.

Lantas, di mana posisi Bitcoin? Selama ini, banyak pakar yang menjuluki BTC sebagai "emas digital" atau safe-haven asset baru. Namun, realitas hari ini membuktikan satu hal: dalam gejolak geopolitik skala besar, Bitcoin—dalam fase perkembangannya yang saat ini—masih lebih sering diperlakukan sebagai risk-on asset, layaknya saham teknologi berisiko tinggi.

"Ketika ketakutan melanda, investor cenderung melakukan flight to safety ke aset yang benar-benar telah teruji seperti obligasi pemerintah AS dan emas fisik. Likuiditas ditarik dari aset-aset yang dianggap spekulatif, dan Bitcoin, sayangnya, masih masuk dalam kategori itu," jelas Dr. Sarah Tiong, Kepala Ekonom di Quantum Capital Advisory, dalam wawancara eksklusif.

Data pun berbicara. Volume transaksi Bitcoin anjlok hingga 42% menjadi US$96,9 miliar dalam 24 jam. Yang lebih mencengangkan, kapitalisasi pasarnya yang sempat menembus US$2.5 triliun, merosot hingga US$2.2 triliun, sehingga dalam daftar Companies Market Cap, Bitcoin tergeser dari posisi puncak dan kini hanya bercokol di peringkat ke-8, di bawah perusahaan seperti Saudi Aramco dan Microsoft.

Efek Domino di Lantai Bursa: Liquidasi Beruntun dan Psikologi Massa

Bayangkan Anda seorang trader dengan posisi leverage (berpinjaman) yang besar. Anda yakin Bitcoin akan terus naik setelah mencetak ATH. Tiba-tiba, berita tentang tarif Trump menghantam. Harga mulai turun 5%. Lalu 8%. Alarm margin call mulai berdering. Bagi yang tidak bisa menambah dana, posisi mereka otomatis ditutup paksa (liquidated) oleh sistem bursa.

Penutupan paksa ini menciptakan sell order (order jual) tambahan di pasar. Order jual yang membludak ini mendorong harga turun lebih dalam, yang pada gilirannya memicu lebih banyak lagi liquidasi. Inilah yang terjadi pada akhir pekan itu. Menurut data dari Coinglass, lebih dari US$3.5 miliar posisi long (taruhan naik) dilikuidasi dalam 24 jam—angka yang mengerikan dan terbesar sejak kuartal lalu.

"Ini adalah badai sempurna," kata Ben Richardson, analis senior di CryptoSlate. "Pasar sudah berada dalam kondisi overbought (terlalu banyak pembeli) setelah rally menuju US$126k. Sentimen sudah terlalu panas. Berita geopolitik dari Trump hanyalah percikan api yang membakar tumpukan bahan bakar leverage yang sudah menumpuk ini."

Pertanyaan retorisnya: Apakah ini skenario yang tidak terduga? Sebagian besar analis sebenarnya telah memperingatkan tentang tingginya leverage di pasar. Namun, euforia seringkali membutakan. Banyak trader terpikat pada iming-iming keuntungan cepat, mengabaikan prinsip dasar manajemen risiko: Do Your Own Research (DYOR).

Membedah Narasi: Bitcoin Gagal Jadi Safe-Haven?

Koreksi kali ini mempertanyakan kembali narasi populer tentang Bitcoin sebagai "penyimpan nilai" (store of value) yang independen dari sistem keuangan tradisional. Jika narasi ini benar, seharusnya Bitcoin bisa stabil atau bahkan naik di tengah ketidakpastian global, sebagaimana emas.

Faktanya? Emas memang meroket 2.5% dalam sesi yang sama saat Bitcoin terjun bebas. Ini adalah pukulan telak bagi para "maximalist" yang percaya pada isolasi total Bitcoin dari gejolak makro.

Namun, ada sisi lain dari argumen ini. Para pendukung Bitcoin berpendapat bahwa aset digital ini masih sangat muda. Dibandingkan dengan emas yang telah berusia ribuan tahun, usia Bitcoin yang belum genap dua dekade berarti ia masih dalam proses pendewasaan dan penemuan harga wajar.

"Kita tidak bisa mengharapkan Bitcoin berperilaku seperti emas dalam waktu seminggu. Butuh waktu puluhan tahun, bahkan berabad-abad bagi emas untuk membuktikan dirinya sebagai safe-haven. Bitcoin sedang melalui proses yang sama. Volatilitas hari ini adalah bagian dari proses penemuan jati dirinya di panggung global," bantah Mikhail Ivanov, pendiri hedge fund kripto Nevsky Capital.

Pandangan ini mengajak kita untuk melihat koreksi ini dari kacamata yang lebih luas. Apakah satu kejadian dalam seminggu cukup untuk menyangkal seluruh proposisi nilai Bitcoin?

Lalu, Ke Mana Arah Bitcoin Selanjutnya? Sebuah Analisis Berimbang

Masa depan Bitcoin pasca-guncangan ini terbagi dalam dua skenario utama.

Skenario Bearish (Pesimis):
Para analis bearish berargumen bahwa koreksi ini bisa berlanjut. Mereka melihat level US$100.000 sebagai support psikologis kunci. Jika level ini tembus, bukan tidak mungkin Bitcoin akan mengalami koreksi lebih dalam menuju US$85.000 - US$90.000. Eskalasi perang dagang lebih lanjut, ditambah dengan potensi suku bunga tinggi yang lebih lama dari bank sentral global, akan terus memberikan tekanan pada aset berisiko seperti kripto.

Skenario Bullish (Optimis):
Di sisi lain, para bull melihat ini sebagai peluang beli (buy the dip). Bagi mereka, fundamental Bitcoin tidak berubah. Jaringan Bitcoin tetap aman, desentralisasi, dan adopsi institusional oleh perusahaan-perusahaan besar terus berjalan, meski mungkin melambat sementara. Mereka berpendapat bahwa ketegangan AS-China justru akan mendorong negara-negara dan korporasi untuk mencari sistem keuangan alternatif yang tidak bergantung pada salah satu blok kekuatan, dan Bitcoin adalah kandidat utamanya.

"Pemerintah sedang mencetak uang dan berperang. Pada akhirnya, orang akan mencari jalan keluar. Bitcoin, dengan sifatnya yang terdesentralisasi dan terbatas pasokannya, adalah jalan keluar logis dari sistem yang rapuh ini. Koreksi 13%? Itu hanya noise dalam perjalanan panjangnya," tukas Ivanov.

Kesimpulan: Belajar dari Volatilitas, Kembali ke Prinsip Dasar

Jadi, apakah kiamat mini untuk Bitcoin telah tiba? Jawabannya kemungkinan besar tidak. Sejarah telah membuktikan bahwa Bitcoin memiliki ketahanan yang luar biasa. Ia telah pulih dari puluhan koreksi lebih dari 50%, dari kasus Mt. Gox, larangan trading di China, hingga krisis kredit seperti Celsius dan FTX.

Yang terjadi hari ini adalah pengingat keras tentang sifat pasar yang masih muda dan spekulatif. Ia mengajarkan pelajaran berharga:

  1. Leverage adalah Pedang Bermata Dua: Trading dengan leverage bisa melipatgandakan keuntungan, tetapi juga kerugian.

  2. Dinamika Makro adalah Raja: Faktor geopolitik dan kebijakan moneter global tetap menjadi pendorong utama pasar dalam jangka pendek dan menengah.

  3. DYOR adalah Sebuah Keharusan: Investasi butuh penelitian mendalam, bukan sekadar ikut-ikutan euphoria.

Koreksi ke US$109 ribu ini mungkin terasa menyakitkan, tetapi bagi pasar yang sehat, ia berfungsi sebagai reset yang diperlukan—sebuah pemberhentian untuk mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan. Pertanyaannya sekarang, apakah Anda memiliki mental dan strategi untuk bertahan dalam roller coaster emosional ini, ataukah Anda akan turun di pemberhentian paling berliku?


Disclaimer Alert. Not Financial Advice (NFA). Do Your Own Research (DYOR).




Strategi ini mencerminkan tren investasi modern yang aman dan berkelanjutan, Dengan pendekatan futuristik, investasi menjadi solusi tepat untuk membangun stabilitas finansial jangka panjang


Bitcoin adalah Aset Digital atau Agama Baru Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

baca juga: Bitcoin: Aset Digital? Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

Tips Psikologis untuk Menabung Crypto.

baca juga: Cara memahami aspek psikologis dalam investasi kripto dan bagaimana membangun strategi yang kuat untuk menabung dalam jangka panjang

Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

baca juga: Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

0 Komentar