Merasa Dizalimi Biden, SBF Klaim Penahanannya Bermotif Politik — Benarkah Kasus FTX Bernuansa Politik?

 Investasi cerdas adalah kunci menuju masa depan berkualitas dengan menggabungkan pertumbuhan, perlindungan, dan keuntungan


Merasa Dizalimi Biden, SBF Klaim Penahanannya Bermotif Politik — Benarkah Kasus FTX Bernuansa Politik?

Oleh Redaksi | 15 Oktober 2025


Pendahuluan: Antara Skandal, Politik, dan Krisis Kepercayaan di Dunia Crypto

Kasus Sam Bankman-Fried (SBF) kembali mengguncang ruang publik internasional. Pendiri FTX yang pernah disebut sebagai “anak emas dunia crypto” itu kini menuding bahwa penahanannya bukan semata karena kejahatan finansial, tetapi juga merupakan serangan politik terarah dari pemerintahan Presiden Joe Biden.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam unggahan di platform media sosial GETTR, menuding adanya “campur tangan politik” di balik kejatuhannya yang dramatis.

Namun, apakah klaim SBF ini sekadar strategi komunikasi dari seorang narapidana kelas kakap untuk membentuk narasi baru? Ataukah benar ada unsur politisasi di balik penegakan hukum yang menjeratnya?


Kronologi Singkat: Dari Raja Crypto ke Tersangka Penipuan Global

Sam Bankman-Fried pernah dielu-elukan sebagai salah satu tokoh muda paling berpengaruh di dunia keuangan digital. Melalui FTX, ia membangun ekosistem crypto yang menjanjikan transparansi dan kemudahan akses investasi digital.

Namun, pada November 2022, segalanya berubah. Laporan keuangan menunjukkan adanya kekacauan besar dalam manajemen dana antara FTX dan perusahaan afiliasinya, Alameda Research.
Triliunan dolar investor lenyap tanpa kejelasan, membuat pasar crypto runtuh hanya dalam hitungan hari. Tak lama setelah itu, SBF ditangkap di Bahama atas permintaan pemerintah AS dan kemudian diekstradisi.

Vonisnya pun berat: 25 tahun penjara atas tuduhan penipuan, konspirasi, dan pelanggaran hukum keuangan internasional.

Namun kini, dua tahun setelah vonis itu dijatuhkan, muncul babak baru — klaim politik.


Klaim SBF: “Saya Diburu Karena Berhenti Donasi ke Partai Demokrat”

Dalam unggahan terbarunya, SBF menulis:

“Beberapa minggu setelah saya berhenti menyumbang untuk Partai Demokrat dan mulai mendukung calon Partai Republik, tiba-tiba SEC dan DOJ mengejar saya tanpa henti.”

SBF mengklaim dirinya menjadi target setelah mengubah arah dukungan politik menjelang pemilu paruh waktu 2022. Ia menuduh pemerintahan Biden menggunakan lembaga seperti SEC (Securities and Exchange Commission) dan Departemen Kehakiman (DOJ) sebagai alat untuk menghancurkan lawan atau pihak yang berpotensi merugikan citra mereka.

Menariknya, klaim ini muncul bersamaan dengan hilangnya pesan internal Gary Gensler, Ketua SEC, yang diduga terkait komunikasi seputar investigasi FTX.
SBF menyebut hilangnya pesan itu “terlalu kebetulan untuk disebut kebetulan”.


Tanggapan Pemerintah dan Pihak Resmi: “Proses Hukum, Bukan Politik”

Pemerintahan AS segera membantah tuduhan tersebut. Departemen Kehakiman menegaskan bahwa penangkapan dan penuntutan SBF murni berdasarkan bukti kejahatan finansial.
Sementara itu, Kantor Inspektur Jenderal SEC menjelaskan bahwa hilangnya pesan Gensler adalah akibat “kebijakan otomatis penghapusan data” dari perangkat lama, bukan tindakan disengaja.

Banyak pengamat hukum di Washington juga menilai bahwa SBF tengah memainkan kartu politik untuk mengalihkan perhatian publik dari kesalahan fatalnya dalam mengelola dana investor.

“Narasi politik sering digunakan untuk menimbulkan simpati publik. Tapi dalam kasus ini, bukti kejahatan keuangan terlalu kuat untuk diabaikan,” kata profesor hukum keuangan Harvard, Daniel Hemmer, kepada Bloomberg Law.


SBF dan Strategi Narasi: Upaya “Rebranding” di Balik Jeruji Besi

SBF tampaknya memahami betul cara kerja opini publik.
Dengan popularitasnya yang masih besar di komunitas crypto global, ia berusaha menggeser persepsi publik dari “penipu” menjadi “korban sistem politik.”

Langkahnya menggunakan GETTR — platform yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya pendukung Partai Republik — juga memperkuat dugaan bahwa ia berusaha meraih simpati dari basis politik konservatif.

Selain itu, dalam pesannya, ia menyebut masih berharap mendapatkan pengampunan dari Donald Trump, yang kemungkinan besar akan kembali mencalonkan diri di Pilpres AS 2024.

Pertanyaan pun muncul:
Apakah SBF benar-benar meyakini dirinya korban politik, atau hanya memainkan narasi untuk membuka peluang grasi?


Politik dan Crypto: Siapa Sebenarnya yang Mengatur?

Klaim SBF tidak bisa dilepaskan dari konteks yang lebih luas — perang regulasi antara pemerintah AS dan industri crypto.

Selama masa pemerintahan Biden, regulasi crypto semakin diperketat.
SEC menindak tegas berbagai perusahaan besar seperti Binance, Coinbase, dan Ripple, dengan alasan melindungi konsumen dari praktik investasi berisiko tinggi.

Namun di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa kebijakan itu terlalu represif dan bisa menghambat inovasi keuangan digital.
Beberapa tokoh crypto bahkan menuduh pemerintahan Biden secara sengaja menghambat industri blockchain Amerika demi menjaga dominasi bank konvensional.

Dalam konteks itu, klaim SBF terasa seperti puncak gunung es dari konflik lebih besar antara inovator dan regulator.


Publik Terbelah: Antara Empati dan Skeptisisme

Di media sosial, reaksi terhadap pernyataan SBF cukup terbelah.
Sebagian netizen, terutama komunitas crypto libertarian, menganggap klaim SBF masuk akal, mengingat adanya pola “perburuan” terhadap inovator crypto yang tidak sejalan dengan kebijakan Washington.

Namun di sisi lain, banyak pula yang menyebut tuduhan SBF hanyalah strategi manipulatif dari seorang narapidana kelas atas.

“Dia mencuri miliaran dolar dari investor, tapi sekarang ingin dianggap korban politik. Ini narasi yang pintar, tapi tetap sulit dipercaya,” tulis salah satu pengguna X (Twitter) dengan nada sinis.


Perspektif Politik: Menjelang Pilpres AS 2024

Konteks waktu juga membuat pernyataan SBF terasa semakin politis.
Menjelang Pemilihan Presiden AS 2024, isu kriminalisasi politik menjadi topik panas — terutama setelah muncul berbagai tuduhan bahwa pemerintahan Biden menggunakan lembaga hukum untuk menyerang lawan politiknya.

SBF mungkin melihat ini sebagai celah untuk kembali relevan, sekaligus mencoba menarik perhatian kubu oposisi yang bisa saja memanfaatkannya untuk kepentingan kampanye.

Jika Donald Trump kembali berkuasa, kemungkinan adanya pengampunan politik terhadap figur seperti SBF memang tidak sepenuhnya mustahil.


Analisis: Antara Keadilan dan Narasi yang Digerakkan oleh Kepentingan

Dari sudut pandang hukum, kasus SBF adalah kasus klasik penipuan keuangan besar-besaran dengan bukti yang sulit dibantah: penggelapan dana, manipulasi akuntansi, dan penyalahgunaan aset investor.

Namun dari sudut pandang komunikasi politik, SBF memainkan peran cerdas dalam membingkai dirinya sebagai korban.
Dengan menggabungkan isu “penegakan hukum yang bias”, “konspirasi politik”, dan “tekanan regulasi crypto”, ia berhasil menempatkan dirinya kembali di pusat perdebatan publik.

Apakah publik akan mempercayainya?
Ataukah justru melihatnya sebagai permainan narasi terakhir dari seorang miliarder yang jatuh?


Kesimpulan: Antara Fakta, Persepsi, dan Kekuasaan

Kasus Sam Bankman-Fried bukan sekadar kisah tentang penipuan atau kejatuhan seorang miliarder muda. Ia kini berkembang menjadi drama politik dan media yang menggambarkan bagaimana kekuatan narasi bisa menyaingi kekuatan hukum.

Apakah SBF benar-benar korban dari sistem politik yang menindas inovasi crypto, atau hanya berusaha mencuci citra di mata publik — hanya waktu yang bisa menjawab.

Satu hal yang pasti:
Kasus ini menunjukkan bahwa di era digital dan politik yang saling tumpang tindih, kebenaran bukan lagi soal fakta semata, tapi juga soal siapa yang lebih dulu dan lebih keras menguasai narasi.




Strategi ini mencerminkan tren investasi modern yang aman dan berkelanjutan, Dengan pendekatan futuristik, investasi menjadi solusi tepat untuk membangun stabilitas finansial jangka panjang


Bitcoin adalah Aset Digital atau Agama Baru Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

baca juga: Bitcoin: Aset Digital? Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

Tips Psikologis untuk Menabung Crypto.

baca juga: Cara memahami aspek psikologis dalam investasi kripto dan bagaimana membangun strategi yang kuat untuk menabung dalam jangka panjang

Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

baca juga: Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

0 Komentar