Trump's Tariff Fury Ignites Crypto's Historic $19 Billion Wipeout: Is the Bull Market Finally Bursting?
Meta Description: Pasar crypto mengalami likuidasi terbesar sepanjang sejarah US$19,16 miliar akibat ancaman tarif Trump terhadap China. Bitcoin anjlok ke US$101.000 – apakah ini akhir dari euforia crypto? Analisis mendalam likuidasi crypto, dampak Bitcoin, Ethereum, dan Solana di tengah perang dagang AS-China.
Pendahuluan: Darah Mengalir di Pasar Crypto – Sebuah Pukulan Tak Terduga
Bayangkan ini: Anda adalah trader crypto yang baru saja menginvestasikan tabungan hidup Anda ke Bitcoin, bermimpi akan rekor harga baru. Tiba-tiba, dalam sekejap, posisi long Anda lenyap. Bukan karena hack, bukan karena regulasi ketat, tapi karena tweet marah dari seorang mantan presiden yang kini kembali berkuasa. Sabtu, 11 Oktober 2025, pasar cryptocurrency mencatat likuidasi terbesar dalam sejarah: US$19,16 miliar atau setara Rp317,22 triliun. Angka ini bukan sekadar statistik – ini adalah mimpi hancur jutaan trader yang rungkad dalam hitungan jam.
Apa yang membuat peristiwa ini begitu mengejutkan? Pasar crypto, yang baru saja menyentuh puncak euforia dengan Bitcoin mencapai US$126.000 di awal Oktober, tiba-tiba terperosok ke neraka. Penyebab utamanya? Ancaman tarif luar biasa dari Presiden Donald Trump terhadap produk China, yang membatalkan kesepakatan keringanan tarif Juni lalu. Pertanyaan retoris yang menggantung: Apakah perang dagang ini hanyalah pemicu sementara, atau sinyal bahwa gelembung crypto akhirnya pecah? Dalam artikel ini, kita bedah kronologi likuidasi crypto, dampaknya pada aset utama seperti Bitcoin, Ethereum, dan Solana, serta implikasi jangka panjang bagi investor. Dengan data terkini dari Coinglass dan analisis berimbang, kita ungkap apakah ini peluang beli atau jebakan mematikan.
Kronologi Bencana: Bagaimana Likuidasi Rp317 Triliun Terjadi dalam Semalam
Pasar crypto selalu dikenal volatil, tapi Sabtu pagi itu melampaui segalanya. Menurut data Coinglass, total likuidasi mencapai US$19,16 miliar, memecahkan rekor sebelumnya. Bandingkan dengan dua peristiwa ikonik: Likuidasi US$1,2 miliar saat pandemi COVID-19 pada Maret 2020, dan US$1,6 miliar pasca-keruntuhan FTX November 2022. Kali ini, skala bencananya 10 kali lipat lebih besar – sebuah black swan event yang membuat platform seperti Binance dan Bybit lumpuh sementara.
Apa yang terjadi tepatnya? Pagi hari, Trump mengumumkan melalui X (sebelumnya Twitter) bahwa ia akan memberlakukan tarif 60% pada impor China jika Beijing tidak menurunkan ketegangan geopolitik. Pasar saham AS langsung merespons dengan penurunan 2,5% di Dow Jones, tapi crypto? Itu seperti bom waktu. Indeks Fear & Greed Crypto melonjak ke level "Extreme Fear" 12, dari 78 seminggu sebelumnya. Volume perdagangan melonjak 300%, tapi bukan untuk profit – melainkan panic selling.
Posisi long mendominasi kerugian, menyumbang US$16,7 miliar dari total likuidasi. Ini berarti trader yang bertaruh naiknya harga crypto terpukul paling parah. Leverage tinggi di futures trading memperburuknya: Banyak akun dengan margin 100x langsung liquidated saat harga turun 5-10%. Apakah ini kesalahan sistemik? Atau bukti bahwa crypto masih terlalu bergantung pada sentimen geopolitik global? Fakta: Lebih dari 500.000 trader kehilangan posisi mereka, dengan kerugian rata-rata US$38.000 per akun, menurut laporan Chainalysis.
Penyebab Utama: Ancaman Tarif Trump dan Gelombang Perang Dagang AS-China
Jika ada satu nama yang menjadi biang kerok, itu Donald Trump. Kembali menjabat sebagai Presiden AS sejak Januari 2025, Trump langsung mengaktifkan "America First" dengan ancaman tarif. Kesepakatan Juni 2025 yang meredakan ketegangan dagang – di mana China setuju kurangi ekspor teknologi – tiba-tiba dibatalkan. Trump menuduh China "mencuri" inovasi AS, termasuk di sektor blockchain. Respons pasar? Panik total.
Mengapa crypto begitu rentan? China adalah pemain besar di mining Bitcoin (meski dilarang sejak 2021, banyak operasi pindah ke Kazakhstan dan AS). Ancaman tarif berarti biaya hardware mining naik, pasokan BTC berkurang, dan harga anjlok. Selain itu, korelasi crypto dengan saham tech AS mencapai 0,85 tahun ini, menurut Bloomberg. Saat Nasdaq turun 3%, crypto ikut terseret.
Opini berimbang di sini: Dari sisi pro-Trump, tarif ini melindungi pekerjaan AS dan mendorong inovasi domestik – termasuk crypto mining di Texas yang kini booming. Tapi kritikus seperti Elizabeth Warren menyebutnya "bom ekonomi" yang memicu resesi global. Data IMF memproyeksikan perang dagang ini bisa potong pertumbuhan GDP China 1,5% dan AS 0,8% pada 2026. Bagi investor crypto, ini bukan sekadar politik – ini ancaman eksistensial. Apakah Trump sengaja menargetkan crypto untuk "mengendalikan" aset digital, atau ini collateral damage dari agenda proteksionisnya?
Dampak Merah Putih di Aset Utama: Bitcoin, Ethereum, dan Solana Terpuruk
Tidak ada aset yang lolos dari badai ini. Bitcoin (BTC), raja crypto, paling terpukul dengan likuidasi US$5,32 miliar. Harga BTC yang sempat US$126.000 di 5 Oktober, kini merosot ke US$101.000 – penurunan 20% dalam 48 jam. Ini level terendah sejak September 2025, menghapus US$500 miliar kapitalisasi pasar BTC saja. Mengapa? BTC sering dilihat sebagai "safe haven" seperti emas, tapi kali ini gagal – justru ikut terbakar karena likuiditas rendah akhir pekan.
Ethereum (ETH) tak kalah tragis: Likuidasi US$4,38 miliar, harga turun 18% ke US$3.200. Sebagai backbone DeFi dan NFT, ETH sensitif terhadap regulasi. Ancaman tarif Trump berarti biaya impor GPU untuk staking ETH naik, memukul validator. Data Etherscan menunjukkan 15% node ETH offline sementara akibat panic.
Solana (SOL), bintang kecepatan tinggi, kehilangan US$2 miliar likuidasi. Harga SOL ambruk 25% ke US$140, terendah sejak upgrade Firedancer. Solana, yang bergantung pada ekosistem meme coin dan DeFi Asia, terpukul karena China adalah pasar besarnya. Total, token altcoin seperti DOGE dan SHIB turun 30-40%, dengan likuidasi US$7 miliar gabungan.
Fakta verifikasi: Laporan Glassnode 11 Oktober 2025 menunjukkan alamat aktif BTC turun 22%, sinyal hodler mulai jual. Tapi, ada sisi positif – ini bisa jadi "buy the dip" seperti pasca-FTX, di mana BTC rebound 300% dalam setahun.
Sejarah Berulang: Dari COVID hingga FTX, Likuidasi Crypto Bukan Hal Baru
Untuk perspektif, ingat Maret 2020: Saat lockdown global, likuidasi US$1,2 miliar menghantam saat BTC jatuh ke US$4.000. Itu memicu rebound epik ke US$69.000 pada 2021. Lalu FTX 2022: Keruntuhan Sam Bankman-Fried hapus US$1,6 miliar, tapi lahirkan era regulasi yang lebih ketat, seperti SEC approval ETF BTC.
Kali ini berbeda: Skala likuidasi crypto Rp317 triliun menunjukkan pasar lebih matang, tapi juga lebih leveraged. Menurut Cambridge Centre for Alternative Finance, 40% volume crypto kini dari derivatif – resep bencana saat volatilitas naik. Opini: Ini pelajaran bahwa crypto bukan "uang masa depan" jika masih bergoyang seperti daun kering di angin geopolitik. Tapi, bull run 2025 (didorong ETF dan adopsi institusional) bukti ketahanan. Pertanyaan pemicu: Jika likuidasi ini tak hancurkan pasar, apa yang akan?
Opini Berimbang: Bubble Meledak atau Peluang Emas?
Pro: Likuidasi ini bersihkan leverage toksik, stabilkan pasar jangka panjang. Analis JPMorgan prediksi rebound BTC ke US$150.000 akhir 2025 jika Fed potong suku bunga. Kontra: Dengan Trump di kantor Oval, perang dagang bisa eskalasi, tekan crypto lebih dalam. Data World Bank: Ketegangan AS-China 2018-2019 potong harga BTC 50%.
Persuasifnya: Jangan panic sell – diversifikasi ke stablecoin atau aset real-world seperti emas digital. Tapi, jika Anda trader spekulatif, ini peringatan: Crypto bukan lotre, tapi arena gladiator. Diskusikan di komentar: Apakah Anda akan beli dip sekarang, atau tunggu Trump tweet lagi?
Masa Depan Pasar Crypto: Resesi atau Renaissance?
Lihat ke depan: Jika kesepakatan dagang AS-China pulih, crypto bisa rebound cepat – seperti 2021 pasca-COVID. Tapi jika tarif diterapkan, proyeksi CoinDesk: BTC bisa tes US$80.000. Regulasi juga kunci: UE's MiCA dan US's FIT21 bisa lindungi investor, tapi Trump anti-regulasi.
Fakta: Adopsi crypto global naik 15% YoY, dengan 420 juta user (Triple-A report). Ini fondasi kuat. Tapi likuidasi ini ingatkan: Volatilitas crypto adalah double-edged sword – untung besar, rugi lebih besar.
Kesimpulan: Bangkit dari Abu, atau Tenggelam Selamanya?
Likuidasi US$19,16 miliar adalah pukulan telak, tapi sejarah crypto penuh comeback. Dari ancaman tarif Trump yang picu crash Bitcoin ke US$101.000, Ethereum US$3.200, dan Solana US$140, pelajaran jelas: Pasar crypto tak kebal geopolitik. Dengan data verifikasi dari Coinglass dan Chainalysis, kita lihat ini bukan akhir, tapi reset.
Pertanyaan terakhir untuk Anda: Apakah likuidasi crypto ini akan jadi katalisator inovasi baru, atau awal resesi digital? Bagikan pendapat di bawah – siapa tahu, tweet Anda selanjutnya jadi headline berikutnya. Pasar crypto menunggu aksi, bukan kata-kata. Investasikan bijak, atau biarkan Trump yang memutuskan nasib Anda.
baca juga: Bitcoin: Aset Digital? Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia
baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor






0 Komentar