Meta Description:
Bank Indonesia (BI) siap mengguncang dunia kripto dengan rencana penerbitan stablecoin berbasis Surat Berharga Negara (SBN). Apakah ini langkah cerdas menuju kedaulatan digital, atau justru ancaman bagi sistem moneter tradisional? Simak analisis mendalamnya berikut.
Tiru Cara Tether, Bank Indonesia Bakal Rilis Stablecoin Pakai SBN: Inovasi atau Ancaman Bagi Sistem Moneter?
Pendahuluan: Ketika Rupiah Menyentuh Dunia Kripto
Langkah mengejutkan datang dari Bank Indonesia (BI). Gubernur BI Perry Warjiyo mengumumkan rencana penerbitan stablecoin versi Indonesia—aset digital yang nilainya dikaitkan dengan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai underlying asset.
Langkah ini seolah menandai era baru di mana rupiah tidak hanya berwujud fisik atau digital konvensional, tetapi juga hadir dalam bentuk token yang dapat beredar di ekosistem blockchain.
Namun pertanyaannya: apakah langkah ini benar-benar inovatif, atau justru menimbulkan potensi risiko baru bagi stabilitas moneter nasional?
Mengikuti Jejak Tether, Tapi dengan Cita Rasa Nasional
Konsep stablecoin bukan hal baru. Dunia kripto telah lama mengenal nama-nama besar seperti Tether (USDT), USD Coin (USDC), dan DAI, yang nilainya dipatok terhadap dolar AS. Perbedaan utama dari rencana BI adalah dasar jaminannya bukan mata uang asing, melainkan SBN — instrumen keuangan negara yang mencerminkan kekuatan fiskal Indonesia.
Perry Warjiyo menjelaskan, stablecoin versi BI ini akan menjadi bagian dari ekosistem rupiah digital yang sedang dikembangkan dalam proyek besar Central Bank Digital Currency (CBDC).
“Kita akan keluarkan sekuritas Bank Indonesia, versi digitalnya dengan underlying SBN, versi stablecoin-nya nasional Indonesia,” ujarnya dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia & Fintech Summit and Expo 2025 di Jakarta.
Dengan kata lain, BI bukan sekadar meniru Tether, melainkan mencoba membangun model stablecoin yang legal, terjamin, dan berdaulat.
Mengapa Berbasis SBN? Strategi Finansial di Balik Digitalisasi Rupiah
Pemilihan SBN sebagai jaminan utama stablecoin bukan tanpa alasan. Ada tiga motif utama di balik keputusan ini:
-
Menjaga stabilitas nilai.
Dengan menjaminkan SBN, nilai stablecoin akan lebih stabil karena didukung oleh instrumen investasi negara yang relatif aman. -
Meningkatkan permintaan terhadap SBN.
Penerbitan stablecoin berbasis SBN bisa memperluas pasar SBN secara digital, sekaligus mendukung pembiayaan APBN secara tidak langsung. -
Menguatkan kedaulatan moneter.
Alih-alih bergantung pada aset asing seperti dolar AS, Indonesia dapat memiliki stablecoin yang sepenuhnya dikontrol oleh otoritas domestik.
Langkah ini bisa disebut sebagai “de-dollarization halus”, di mana BI berusaha mengurangi dominasi dolar di ranah aset digital nasional.
Potensi Manfaat: Dari Efisiensi hingga Kemandirian Digital
Jika dikelola dengan benar, stablecoin berbasis SBN dapat memberikan berbagai manfaat strategis, antara lain:
1. Efisiensi Transaksi dan Keuangan Inklusif
Transaksi menggunakan stablecoin bisa dilakukan tanpa batas waktu dan wilayah, mempercepat sistem pembayaran lintas platform tanpa bergantung pada infrastruktur perbankan tradisional.
2. Dorongan bagi Ekonomi Digital
Dengan adanya rupiah digital berbasis blockchain, sektor seperti e-commerce, fintech, dan cross-border trade dapat beroperasi lebih efisien dan transparan.
3. Alternatif Investasi Aman
Stablecoin dengan jaminan SBN juga dapat menjadi instrumen lindung nilai (hedging) yang lebih stabil dibandingkan kripto biasa, sekaligus membuka peluang investasi baru bagi masyarakat digital-savvy.
Namun, Risiko Tetap Mengintai
Sebagus apa pun konsepnya, inovasi finansial selalu membawa risiko baru. Setidaknya ada tiga ancaman utama yang perlu diwaspadai BI dan publik:
1. Ancaman Keamanan Siber
Stablecoin berbasis blockchain membuka pintu bagi risiko peretasan, kebocoran data, hingga eksploitasi sistem digital.
Jika tidak dijaga dengan standar keamanan tingkat tinggi, kepercayaan publik terhadap rupiah digital bisa runtuh dalam sekejap.
2. Potensi “Shadow Banking” Digital
Tanpa regulasi ketat, stablecoin bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk aktivitas spekulatif atau pencucian uang (money laundering).
Inilah yang menjadi kekhawatiran utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Departemen Inovasi Teknologi Sektor Keuangan OJK, Dino Milano Siregar, menegaskan pentingnya prinsip anti pencucian uang (AML) dan pelaporan rutin bagi pelaku industri aset digital.
“Stablecoin dengan aset dasar kredibel memang stabil, tapi tetap bukan alat pembayaran sah,” ujarnya, menegaskan posisi OJK yang berhati-hati.
3. Gangguan terhadap Kebijakan Moneter
Jika stablecoin diterbitkan terlalu masif, BI harus berhitung ulang terhadap peredaran uang (money supply) dan inflasi.
Apakah stablecoin ini akan masuk dalam kategori uang beredar M2? Bagaimana dampaknya terhadap suku bunga dan kredit perbankan?
Persaingan Global: China dan Amerika Sudah di Depan
Langkah BI ini juga tak bisa dilepaskan dari persaingan global dalam mata uang digital bank sentral (CBDC).
China sudah lebih dulu meluncurkan e-CNY (Digital Yuan), sementara Amerika Serikat masih dalam tahap studi Digital Dollar.
Indonesia, melalui Proyek Garuda BI, berusaha tidak tertinggal. Stablecoin berbasis SBN ini bisa menjadi fase transisi menuju CBDC penuh, di mana semua transaksi digital terhubung langsung dengan sistem keuangan nasional.
Namun, pertanyaannya: apakah publik siap?
Survei Lembaga Riset Katadata (2025) menunjukkan bahwa 72% masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami konsep aset digital berbasis blockchain, apalagi stablecoin.
Artinya, literasi digital menjadi kunci agar kebijakan BI ini tidak justru menimbulkan kebingungan publik.
Suara dari Pasar Kripto: Harapan dan Skeptisisme
Kalangan pelaku kripto menyambut rencana ini dengan reaksi beragam.
Sebagian menganggap langkah BI sebagai “momentum legitimasi aset digital di Indonesia”, namun sebagian lain menilai BI terlalu cepat melangkah tanpa ekosistem siap pakai.
“Kalau BI benar-benar serius, ini bisa jadi game changer. Tapi kalau hanya proyek percobaan tanpa adopsi massal, hasilnya akan seperti e-Rupiah versi beta saja,” ujar Andhika Setiawan, analis kripto di Coinvestor.id.
Sementara itu, pelaku fintech melihat peluang besar untuk integrasi stablecoin ke dalam layanan keuangan digital seperti remittance, digital wallet, dan lending platform.
Apakah Stablecoin SBN Akan Menggantikan Rupiah Konvensional?
Pertanyaan paling menggugah muncul di publik: Apakah stablecoin SBN akan menggantikan uang kertas dan digital banking yang kita kenal sekarang?
Jawabannya: tidak dalam waktu dekat.
BI menegaskan bahwa stablecoin ini bukan pengganti rupiah fisik atau rekening bank, melainkan komplementer dalam ekosistem keuangan digital.
Namun, tren global menunjukkan bahwa arah ke depan jelas menuju digitalisasi penuh sistem moneter.
Ketika generasi muda lebih nyaman bertransaksi dengan crypto wallet ketimbang rekening bank, cepat atau lambat, rupiah digital berbasis blockchain akan menjadi norma baru.
Kesimpulan: Inovasi atau Ancaman?
Rencana Bank Indonesia menerbitkan stablecoin berbasis SBN adalah langkah berani yang menempatkan Indonesia di garis depan inovasi keuangan digital di Asia Tenggara.
Dengan jaminan negara dan pengawasan ketat, potensi manfaatnya luar biasa besar — dari efisiensi transaksi, penguatan fiskal, hingga kedaulatan ekonomi digital.
Namun di sisi lain, ancaman seperti keamanan siber, risiko moneter, dan penyalahgunaan aset digital tetap menghantui.
Tanpa regulasi adaptif dan literasi publik yang memadai, inovasi ini bisa berbalik menjadi bumerang.
Pada akhirnya, masa depan stablecoin Indonesia akan ditentukan oleh seberapa siap bangsa ini mengelola kepercayaan dalam dunia tanpa batas.
Apakah masyarakat siap meninggalkan uang konvensional dan memeluk rupiah digital berbasis blockchain?
Atau justru, seperti banyak inovasi sebelumnya, kita akan berhenti di tengah jalan — tersandera antara idealisme dan realitas?
Keyword utama: Stablecoin Indonesia, Rupiah Digital, Bank Indonesia, SBN, CBDC Indonesia
LSI keywords: aset digital, Tether, OJK, inovasi keuangan digital, SBN digital, mata uang kripto, Proyek Garuda BI, blockchain Indonesia
baca juga: Bitcoin: Aset Digital? Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia
baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor






0 Komentar