Menakar Prinsip Halal di Dunia Kripto Saat Syariah Bertemu Teknologi Digital

Menakar Prinsip Halal di Dunia Kripto Saat Syariah Bertemu Teknologi Digital

Menakar Prinsip Halal di Dunia Kripto: Saat Syariah Bertemu Teknologi Digital

Pendahuluan: Dunia Kripto dan Tantangan Prinsip Halal

Beberapa tahun terakhir, dunia finansial global dihebohkan dengan kemunculan cryptocurrency—mata uang digital yang diklaim sebagai simbol kebebasan ekonomi baru. Dari Bitcoin, Ethereum, hingga berbagai aset digital berbasis blockchain, teknologi ini telah mengubah cara manusia memandang uang, investasi, dan nilai tukar.

Namun, bagi masyarakat Muslim yang menjunjung tinggi prinsip syariah, muncul pertanyaan mendasar:
Apakah transaksi kripto itu halal?
Apakah investasi dalam aset digital memenuhi nilai-nilai keadilan, transparansi, dan kebermanfaatan sebagaimana diatur dalam prinsip ekonomi Islam?

Pertanyaan inilah yang menjadi fokus pembahasan dalam program Smart Syariah Episode 257, sebuah tayangan edukatif yang disiarkan melalui jaringan SmartFM Radio dan digelar oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Episode kali ini menghadirkan dua narasumber kompeten:

  • Dr. Ari Pratiwi, Pengurus Pusat MES dan Technology Enthusiast, serta

  • Putri Madarina, Kepala Eksekutif Inovasi dan Pengembangan Industri Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).

Dengan tajuk “Menakar Prinsip Halal di Dunia Kripto,” keduanya mengupas bagaimana inovasi digital dapat selaras dengan nilai-nilai syariah yang adil, amanah, dan membawa maslahat bagi umat.


Bab 1: Lahirnya Ekonomi Digital Syariah

Era digital telah mengubah banyak hal. Cara kita berbelanja, menabung, bahkan berinvestasi kini serba daring. Menurut data Bank Indonesia, nilai transaksi aset digital di Indonesia mencapai triliunan rupiah per bulan—menunjukkan antusiasme masyarakat terhadap peluang finansial berbasis teknologi.

Namun di tengah euforia tersebut, ada kekhawatiran yang wajar: apakah inovasi ini sejalan dengan prinsip keuangan syariah?

Ekonomi syariah sendiri berlandaskan pada nilai keadilan (adl), transparansi (shafafiyah), larangan riba, serta larangan gharar (ketidakjelasan). Prinsip-prinsip ini menuntut setiap bentuk transaksi dilakukan secara jelas, memiliki nilai riil, dan tidak mengandung spekulasi berlebihan.

“Teknologi itu netral, yang penting adalah bagaimana kita memanfaatkannya,” jelas Dr. Ari Pratiwi dalam sesi Smart Syariah. Menurutnya, dunia digital, termasuk kripto dan blockchain, dapat menjadi instrumen yang mendukung transparansi dan efisiensi ekonomi, asalkan dikembangkan dengan panduan syariah yang ketat.


Bab 2: Blockchain dan Nilai Syariah

Untuk memahami halal-haramnya kripto, kita perlu memahami teknologi yang mendasarinya: blockchain.
Blockchain adalah sistem pencatatan digital yang terdesentralisasi, artinya data tidak tersimpan di satu tempat, melainkan tersebar di banyak komputer. Setiap transaksi tercatat secara permanen dan tidak dapat diubah, menciptakan transparansi tinggi.

Dalam perspektif syariah, blockchain sebenarnya menawarkan potensi besar untuk menegakkan prinsip keadilan dan kejujuran.

  • Tidak ada pihak tunggal yang bisa memanipulasi data.

  • Semua transaksi tercatat dan dapat diaudit.

  • Potensi penipuan dapat diminimalisir.

Namun, sebagaimana diingatkan oleh Putri Madarina dari AFSI, “Bukan teknologinya yang haram, tetapi cara penggunaannya yang perlu ditimbang dengan kacamata maqashid syariah.”
Artinya, jika aset digital digunakan untuk transaksi spekulatif tanpa nilai riil, atau menimbulkan mudharat bagi masyarakat, maka di situlah potensi ketidaksesuaian syariah muncul.


Bab 3: Ketika Kripto Menjadi Instrumen Investasi

Salah satu daya tarik kripto adalah potensi keuntungannya yang besar. Nilai Bitcoin, misalnya, pernah melonjak ribuan persen dalam waktu singkat. Tetapi di balik peluang itu, risiko yang muncul juga tak kalah besar.

Dalam ekonomi syariah, transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak memiliki dasar nilai riil termasuk kategori maysir (perjudian) atau gharar. Oleh karena itu, bentuk investasi kripto yang hanya mengejar untung cepat tanpa memahami aset yang dibeli bisa bertentangan dengan prinsip halal.

Namun, di sisi lain, jika kripto digunakan sebagai alat tukar yang sah, didukung dengan underlying asset (aset dasar nyata), dan transparan dalam penggunaannya, maka peluang untuk menjadikannya instrumen halal tetap terbuka.

Putri Madarina menjelaskan, “Di Indonesia, kita sudah melihat inisiatif fintech syariah mulai memanfaatkan teknologi blockchain untuk layanan pembiayaan dan investasi yang berprinsip halal. Ini langkah penting untuk memastikan kemajuan teknologi tidak mengorbankan nilai-nilai Islam.”


Bab 4: Tantangan Regulator dan Peran AFSI

Regulasi menjadi faktor penting dalam menakar halal atau tidaknya aset kripto. Pemerintah Indonesia, melalui Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), telah mengakui kripto sebagai komoditas yang sah untuk diperdagangkan—bukan sebagai alat pembayaran.

Namun, pengakuan ini masih perlu dilengkapi dengan kerangka keuangan syariah digital yang spesifik. Di sinilah peran Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) menjadi sangat penting.

AFSI berperan sebagai wadah bagi pelaku industri fintech yang ingin mengembangkan inovasi finansial berbasis prinsip syariah. Salah satunya adalah mengkaji teknologi blockchain agar bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keadilan ekonomi, pembiayaan UMKM, dan transparansi zakat maupun wakaf digital.

“Fintech Syariah tidak boleh hanya meniru model konvensional. Ia harus menciptakan solusi keuangan yang etis, adil, dan inklusif. Itulah arah masa depan ekonomi Islam di era digital,” tegas Putri Madarina.


Bab 5: Kripto Halal? Pandangan Ulama dan Fatwa Dunia Islam

Di tingkat global, diskusi tentang hukum kripto dalam Islam masih beragam.
Beberapa lembaga fatwa di Timur Tengah dan Asia Tenggara menyatakan kripto bisa halal jika memenuhi syarat:

  1. Tidak digunakan untuk kegiatan ilegal.

  2. Memiliki nilai riil dan dapat diukur.

  3. Tidak mengandung riba, gharar, atau maysir.

  4. Terjamin keamanan dan transparansinya.

Di Malaysia, misalnya, Dewan Syariah Nasional sudah mulai menelaah model kripto berbasis asset-backed token, yaitu aset digital yang memiliki jaminan nyata seperti emas atau komoditas riil.
Sementara di Indonesia, diskursus ini masih terus berkembang di antara akademisi, praktisi, dan lembaga seperti MES dan AFSI.

Dr. Ari Pratiwi menegaskan pentingnya ijtihad kolektif dalam menghadapi fenomena kripto.
“Ulama, regulator, dan pelaku industri harus duduk bersama. Dunia digital berkembang cepat, maka fatwa dan kebijakan pun harus adaptif tanpa meninggalkan prinsip dasar syariah,” ujarnya.


Bab 6: Maqashid Syariah dan Teknologi Keuangan

Dalam Islam, setiap kebijakan dan inovasi harus berlandaskan pada maqashid syariah—tujuan utama dari hukum Islam, yakni menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Maka pertanyaannya: apakah kripto mendukung atau justru mengancam maqashid syariah?

Jika teknologi blockchain mampu menjaga kejujuran transaksi, mencegah kecurangan, dan membuka akses ekonomi bagi masyarakat luas, maka ia sejatinya selaras dengan maqashid syariah.
Tetapi jika kripto dijadikan alat spekulasi ekstrem, penipuan, atau bahkan pencucian uang, maka nilai-nilai tersebut jelas dilanggar.

Karena itu, pemahaman literasi digital syariah menjadi kunci. Masyarakat perlu dibekali pengetahuan agar tidak terjebak pada hype semata, tetapi memahami substansi dan etikanya.


Bab 7: Literasi Syariah di Era Digital

Salah satu misi utama Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) adalah membangun kesadaran publik tentang pentingnya etika dan prinsip syariah dalam dunia ekonomi modern. Melalui program edukatif seperti Smart Syariah di SmartFM, MES berusaha menjembatani antara ilmu agama, ekonomi, dan teknologi.

Acara ini menjadi ruang dialog terbuka bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam dua ekstrem:

  1. Menolak teknologi karena dianggap bertentangan dengan syariah.

  2. Atau sebaliknya, menerima tanpa penyaringan nilai Islam.

Smart Syariah episode 257 menjadi bukti nyata bahwa diskursus ekonomi Islam tidak lagi terbatas di ruang kuliah atau forum akademik, tetapi telah menjadi pembahasan publik yang aktual dan relevan.


Bab 8: Fintech Syariah, Harapan Baru Ekonomi Umat

Pertumbuhan fintech syariah di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data OJK, jumlah penyelenggara fintech syariah tumbuh dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Layanan ini tidak hanya mencakup pembiayaan UMKM, tetapi juga mulai merambah ke sektor investasi halal berbasis digital.

Teknologi blockchain bahkan digunakan untuk mendukung pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf agar lebih transparan.
Dengan sistem pencatatan digital yang tidak bisa dimanipulasi, umat bisa melihat langsung bagaimana dana mereka disalurkan dan dimanfaatkan.

Konsep seperti ini menjadi langkah konkret dalam membangun ekosistem ekonomi Islam yang modern namun tetap amanah.


Bab 9: Jalan Tengah Menuju Kripto Syariah

Mencari keseimbangan antara inovasi dan kepatuhan syariah bukan perkara mudah. Dunia kripto masih terus berkembang, begitu pula pemahaman para ahli fikih dan ekonom Muslim terhadapnya.
Namun, justru di sinilah peluang besar muncul.

Dr. Ari Pratiwi menyebut, “Kita tidak boleh menolak inovasi, tetapi harus menjadi bagian dari pembentuknya.”
Artinya, umat Islam harus berperan aktif dalam menciptakan solusi digital yang sesuai dengan prinsip halal—bukan sekadar menjadi pengguna pasif dari teknologi luar negeri.

Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi untuk menjadi pusat ekonomi digital syariah global jika mampu mengintegrasikan inovasi teknologi dan fatwa syariah dengan bijak.


Bab 10: Kesimpulan — Menyongsong Masa Depan Ekonomi Syariah Digital

Dunia sedang bergerak menuju tatanan ekonomi baru yang lebih terdesentralisasi, transparan, dan digital. Di tengah perubahan ini, prinsip syariah bukanlah penghambat, tetapi justru kompas moral agar inovasi tetap membawa keberkahan dan keadilan.

Program Smart Syariah Episode 257 berhasil menegaskan satu hal penting:
Bahwa kemajuan teknologi seperti blockchain dan kripto tidak harus dihadapkan secara biner antara “halal” atau “haram”.
Yang terpenting adalah bagaimana kita memastikan penggunaannya membawa manfaat nyata bagi umat, melindungi dari mudharat, serta selaras dengan maqashid syariah.

Melalui sinergi antara MES, AFSI, regulator, dan masyarakat, masa depan kripto syariah bukan sekadar impian. Ia adalah keniscayaan yang akan membuka babak baru ekonomi Islam — ekonomi yang modern, etis, dan berkeadilan.

Sebagaimana pesan penutup dari host acara Tasya Rustama, “Syariah bukan penghalang inovasi, tapi penuntun agar teknologi bekerja untuk kemaslahatan umat.”

Dan mungkin, dari sinilah dimulai era baru: era ekonomi digital halal yang membumi dan memberdayakan. 


 Investasi cerdas adalah kunci menuju masa depan berkualitas dengan menggabungkan pertumbuhan, perlindungan, dan keuntungan






Strategi ini mencerminkan tren investasi modern yang aman dan berkelanjutan, Dengan pendekatan futuristik, investasi menjadi solusi tepat untuk membangun stabilitas finansial jangka panjang


Bitcoin adalah Aset Digital atau Agama Baru Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

baca juga: Bitcoin: Aset Digital? Membongkar 7 Mitos Paling Berbahaya Tentang Cryptocurrency Pertama Dunia

Tips Psikologis untuk Menabung Crypto.

baca juga: Cara memahami aspek psikologis dalam investasi kripto dan bagaimana membangun strategi yang kuat untuk menabung dalam jangka panjang

Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

baca juga: Cara mulai investasi dengan modal kecil untuk pemula di tahun 2024, tips aman bagi pemula, dan platform online terbaik untuk investasi, ciri ciri saham untuk investasi terbaik bagi pemula

Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

0 Komentar