Jejak Sang Nahkoda Pertama: Seragam Ir. H. R. Usman Draman, Simbol Awal Kota Batam Modern
Prolog: Sebuah Perayaan Sejarah di Jantung Batam
Di tengah hiruk pikuk modernitas dan gemerlap pusat perdagangan, Kota Batam selalu menyimpan segelintir kisah heroik yang menjadi fondasi kemajuannya. Kisah-kisah ini, yang terangkum dalam jejak artefak dan peninggalan, kini mendapatkan panggung utama.
Suasana Alun-alun Engku Putri, Batam Center, malam itu terasa istimewa. Gemerlap lampu, alunan musik Melayu yang syahdu, dan keramaian masyarakat yang antusias, semuanya berpadu dalam satu acara penuh makna: Perayaan Ulang Tahun ke-5 Museum Batam Raja Ali Haji. Lebih dari sekadar pesta peringatan, malam itu adalah deklarasi kolektif akan kebanggaan sejarah.
Puncak dari rangkaian acara yang meriah tersebut bukanlah pertunjukan seni atau festival kuliner, melainkan sebuah peluncuran koleksi bersejarah yang menggetarkan hati: Seragam Dinas Wali Kota Batam Pertama, Ir. H. R. Usman Draman.
Seragam itu bukan sekadar sehelai kain, melainkan sebuah kapsul waktu, simbol visual dari momentum krusial ketika Batam mulai bertransformasi dari sebuah pulau kecil yang sunyi menjadi metropolis industri dan perdagangan yang kita kenal hari ini. Peluncuran ini menegaskan kembali peran sentral Museum Batam Raja Ali Haji sebagai jendela yang memperlihatkan masa lalu Batam, sekaligus cermin yang merefleksikan identitas Melayu di tengah arus globalisasi.
Babak I: Usman Draman, Arsitek Kepemimpinan Awal
Untuk memahami arti penting seragam dinas tersebut, kita harus menengok kembali pada sosok yang pernah mengenakannya. Ir. H. R. Usman Draman (1939–2016) adalah nama yang tak terpisahkan dari lembaran awal sejarah Pemerintahan Kota Batam.
Sebelum Batam mencapai status kota madya, ia melalui fase sebagai Kota Administratif (Kotif). Pembentukan Kota Administratif Batam secara resmi dilakukan pada 24 Desember 1983. Dan sosok yang dipercaya memegang kendali kepemimpinan pertama dalam fase krusial ini adalah Usman Draman.
Masa jabatannya, dari tahun 1983 hingga 1989, adalah periode perintisan. Batam kala itu berada di persimpangan jalan antara rencana besar Otorita Batam (OB) yang dipimpin oleh B.J. Habibie—yang berfokus pada pembangunan infrastruktur industri—dengan kebutuhan dasar masyarakat sipil akan tata kelola pemerintahan lokal. Usman Draman adalah jembatan yang menghubungkan kedua dunia tersebut.
Seragam yang kini dipamerkan adalah Seragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL) Walikota Administratif. PDL melambangkan kerja keras, kesiapan terjun ke lapangan, dan semangat untuk membangun dari nol. Di era Usman Draman, "lapangan" Batam adalah hutan yang ditebang, jalan yang dibuka, dan permukiman yang baru dirintis.
Jejak kepemimpinan Usman Draman mencakup beberapa tonggak penting:
Peletakan Fondasi Pemerintahan: Beliau mengorganisasi struktur pemerintahan lokal Batam, mulai dari tingkat kecamatan hingga kelurahan, di tengah keterbatasan sumber daya.
Harmonisasi dengan Otorita Batam: Ia memainkan peran kunci dalam menyelaraskan kebutuhan birokrasi lokal dengan agenda industrialisasi besar-besaran oleh OB, memastikan bahwa pembangunan fisik berjalan seiring dengan pembangunan sosial-kemasyarakatan.
Pembangunan Sosial dan Infrastruktur Dasar: Meskipun fokus utama OB adalah industri, pemerintahan di bawah Usman Draman mulai memperhatikan pembangunan sekolah, pasar tradisional, dan layanan publik dasar untuk warga yang terus bertambah.
Seragam itu, dengan segala detailnya, adalah saksi bisu dari keringat dan dedikasi seorang pemimpin yang harus menyeimbangkan visi besar dengan realitas lapangan yang keras. Ia adalah simbol otentik dari Periode Perintisan (1983-1989) Batam.
Babak II: Museum Batam Raja Ali Haji—Wadah Penjaga Memori
Peluncuran koleksi ini menjadi lebih signifikan karena bertepatan dengan Hari Jadi ke-5 Museum Batam Raja Ali Haji (MBRAH) dan Hari Museum Nasional.
Museum, yang diresmikan lima tahun lalu, telah bertransformasi menjadi salah satu destinasi wisata edukasi paling penting di Kepulauan Riau. Didirikan dengan tujuan utama melestarikan dan memamerkan warisan budaya Melayu serta sejarah perkembangan Batam dari masa pra-sejarah hingga era modern industri, MBRAH mengisi kekosongan identitas sejarah di kota yang terkenal cepat tumbuh ini.
Angka Bicara: Menurut data yang diungkapkan pada malam perayaan, hingga September 2025, MBRAH telah berhasil meregistrasi 79 koleksi ke dalam sistem registrasi nasional. Minat publik pun terus meningkat, tercermin dari jumlah pengunjung yang mencapai lebih dari 5.400 orang dalam periode waktu tertentu. Angka-angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Batam, terutama generasi muda, semakin menyadari pentingnya mengenal akar sejarah kotanya sendiri.
Kehadiran seragam Usman Draman menjadi pilar baru dalam narasi museum. Koleksi-koleksi museum selama ini menceritakan kisah migrasi suku laut, kebesaran Kesultanan Riau-Lingga (dengan Raja Ali Haji sebagai tokoh intelektualnya), peradaban pra-sejarah, dan kisah heroik B.J. Habibie dan Otorita Batam. Kini, narasi tersebut diperkaya dengan babak penting: Sejarah Pemerintahan Lokal.
Seragam Walikota Administratif pertama ini diletakkan berdampingan dengan artefak lain, seperti surat-surat penugasan dari era Otorita Batam, menjadi sebuah dialog visual yang menceritakan dua sisi mata uang perkembangan Batam: perencanaan besar dari pusat dan implementasi serta pengelolaan di tingkat lokal.
Babak III: Makna Seragam: Lebih dari Sekadar Pakaian Dinas
Penyerahan seragam tersebut dilakukan secara simbolik oleh Yang Mulia Dato' Wira Setia Utama Raja Haji Muhammad Amin, Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam, kepada perwakilan Pemerintah Kota Batam. Momen ini bukan hanya seremonial, melainkan pengakuan resmi bahwa kepemimpinan adalah bagian tak terpisahkan dari warisan budaya dan sejarah.
Ketika Seragam PDL itu dipajang di balik kaca display museum, ia memancarkan makna ganda:
Simbol Integritas dan Pengabdian: PDL (Pakaian Dinas Lapangan) adalah penanda bahwa kepemimpinan Batam diawali dengan semangat kerja keras di tengah tantangan alam dan infrastruktur yang belum memadai. Ia mewakili dedikasi seorang pemimpin yang rela meninggalkan kenyamanan demi tugas mulia merintis sebuah kota baru.
Jembatan Generasi: Bagi generasi Z dan Alpha Batam, yang tumbuh di tengah gedung pencakar langit dan konektivitas digital, seragam ini adalah pengingat konkret bahwa kemajuan yang mereka nikmati dibangun di atas perjuangan para pendahulu. Ia memvisualisasikan narasi yang selama ini mungkin hanya mereka dengar: Batam tidak tiba-tiba ada; Batam adalah hasil kerja keras.
Memperkuat Identitas Melayu: Meskipun seragam dinas bersifat formal kenegaraan, peluncurannya dalam perayaan yang kental dengan budaya Melayu—lengkap dengan tradisi 'Nasi Besar' sebagai simbol syukur dan kebersamaan—menekankan bahwa semangat kepemimpinan awal Batam berakar kuat pada nilai-nilai lokal. Usman Draman, yang juga seorang tokoh Melayu, mewakili perpaduan antara kepemimpinan modern-teknokratis dan kearifan lokal.
Asisten Administrasi Umum Pemko Batam, Drs. H. Heriman HK, dalam sambutannya menekankan harapan agar koleksi ini dapat menjadi "saksi perjalanan sejarah Batam" dan menginspirasi generasi muda untuk menghargai jejak kepemimpinan masa lalu. Harapan ini mewakili esensi sejati museum: bukan sekadar tempat menyimpan benda mati, melainkan ruang interaktif untuk menumbuhkan kesadaran sejarah.
Babak IV: Seni Budaya Melayu dan Kekuatan "Nasi Besar"
Perayaan ulang tahun ke-5 Museum Batam tidak hanya fokus pada artefak bersejarah, tetapi juga pada warisan budaya tak benda yang menjadi jiwa Batam. Pementasan seni budaya Melayu, lomba interpretasi Gurindam 12 karya Raja Ali Haji, dan pertunjukan lainnya menjadi latar belakang megah bagi peluncuran koleksi baru tersebut.
Interpretasi Gurindam 12: Lomba yang mengangkat karya klasik Raja Ali Haji ini menegaskan kembali akar intelektual dan filosofis peradaban Melayu yang dianut oleh Batam. Gurindam 12 yang berisi petuah moral, etika, dan nilai-nilai agama, menjadi kompas spiritual di tengah perkembangan Batam yang sangat materialistik.
Tradisi Nasi Besar: Momen penutup yang paling mengharukan adalah pelaksanaan tradisi 'Nasi Besar'. Nasi kuning yang disajikan di atas dulang bertingkat, merupakan simbol kemuliaan, kebesaran adat, dan rasa syukur masyarakat Melayu. Tradisi ini secara sempurna merangkum filosofi di balik museum dan peluncuran koleksi: segala pencapaian—termasuk pendirian sebuah kota—adalah berkat dan harus disyukuri bersama. Nasi Besar menjadi metafora untuk sejarah Batam itu sendiri: sebuah warisan yang berharga, yang harus dinikmati dan dijaga secara kolektif.
Epilog: Jendela Masa Lalu, Cermin Masa Depan
Peluncuran seragam Ir. H. R. Usman Draman di Museum Batam Raja Ali Haji adalah sebuah peristiwa yang jauh melampaui seremoni penyerahan benda pusaka. Itu adalah sebuah pengukuhan identitas.
Kota Batam, dengan segala dinamika pembangunannya, seringkali dicitrakan sebagai kota tanpa sejarah yang hanya berfokus pada investasi dan kecepatan. Museum Batam, melalui koleksi-koleksinya—termasuk seragam sang wali kota pertama ini—berusaha keras melawan narasi tersebut.
Seragam itu mengingatkan kita bahwa setiap gedung pencakar langit, setiap kawasan industri, dan setiap jembatan yang menghubungkan pulau-pulau di Batam, berawal dari sebuah titik nol, yang diisi oleh tekad dan pengorbanan para perintis. Seragam PDL itu, kini bersemayam dengan hormat, mengundang setiap pengunjung untuk merenung:
Bagaimana saya, sebagai warga Batam hari ini, dapat melanjutkan semangat pengabdian dan perintisan yang diwariskan oleh Ir. H. R. Usman Draman?
Museum Batam Raja Ali Haji kini berdiri kokoh, bukan hanya sebagai penjaga koleksi, tetapi sebagai pusat kesadaran kolektif yang menjamin bahwa kisah tentang nahkoda pertama Batam tidak akan pernah pudar. Setiap kunjungan adalah sebuah janji: bahwa sejarah akan dihargai, dan warisan akan terus dijaga. Inilah yang membuat Batam unik: kota modern yang dibangun di atas fondasi sejarah yang kuat, dengan semangat Melayu yang tak pernah mati. Seragam itu adalah buktinya, sebuah jejak bersejarah yang akan terus menggetarkan hati setiap generasi Batam.

0 Komentar