AS Soroti QRIS-GPN di Indonesia Usai Negosiasi Tarif Dagang: Antara Kedaulatan Digital dan Kepentingan Global

Tips Psikologis untuk Menabung Crypto.

baca juga: Cara memahami aspek psikologis dalam investasi kripto dan bagaimana membangun strategi yang kuat untuk menabung dalam jangka panjang

AS Soroti QRIS-GPN di Indonesia Usai Negosiasi Tarif Dagang: Antara Kedaulatan Digital dan Kepentingan Global

Pendahuluan

Dalam era digitalisasi yang semakin pesat, sistem pembayaran menjadi salah satu elemen krusial dalam perekonomian suatu negara. Indonesia, melalui Bank Indonesia (BI), telah mengembangkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai upaya untuk memperkuat sistem pembayaran domestik dan meningkatkan inklusi keuangan. Namun, langkah ini mendapatkan sorotan dari Amerika Serikat (AS), yang menilai kebijakan tersebut sebagai hambatan perdagangan dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025.

QRIS dan GPN: Upaya Indonesia Menuju Kedaulatan Digital

QRIS diluncurkan oleh BI pada Agustus 2019 dengan tujuan menyatukan berbagai kode QR dari penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) di Indonesia. Dengan QRIS, konsumen dapat melakukan pembayaran digital secara mudah dan efisien, tanpa perlu memiliki berbagai aplikasi dari PJSP yang berbeda. Sementara itu, GPN bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang terintegrasi, efisien, dan aman di seluruh Indonesia.

Kedua inisiatif ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat kedaulatan digital Indonesia, mengurangi ketergantungan pada infrastruktur pembayaran asing, dan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran domestik. Menurut data Bank Indonesia, hingga Oktober 2023, jumlah merchant yang menggunakan QRIS mencapai 29,6 juta, dengan 92% di antaranya adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kritik AS terhadap QRIS dan GPN

Dalam laporan National Trade Estimate Report 2025, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyatakan bahwa kebijakan QRIS dan GPN di Indonesia membatasi ruang gerak perusahaan asing, khususnya dalam sektor pembayaran digital. AS menyoroti pembatasan kepemilikan asing maksimal 20% bagi perusahaan yang ingin memperoleh lisensi switching untuk berpartisipasi dalam GPN, yang dianggap menghambat penyediaan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik.

Selain itu, USTR mengkritik kurangnya keterlibatan perusahaan AS dalam proses perumusan kebijakan QRIS dan GPN, serta kekhawatiran bahwa sistem ini dapat mengganggu integrasi dengan sistem pembayaran global yang sudah ada.

Respons Indonesia terhadap Kritik AS

Pemerintah Indonesia, melalui Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menanggapi kritik AS dengan menegaskan bahwa QRIS dan GPN merupakan bagian dari agenda strategis nasional untuk memperkuat ekosistem pembayaran domestik. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa sistem pembayaran asal AS, seperti Visa dan Mastercard, masih mendominasi pembayaran di Indonesia, sehingga tidak ada alasan untuk menganggap QRIS dan GPN sebagai hambatan perdagangan.

Selain itu, BI menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan AS dalam mengintegrasikan sistem pembayaran, asalkan kerja sama tersebut saling menguntungkan dan tidak mengganggu kedaulatan sistem pembayaran nasional.

Dampak QRIS dan GPN terhadap Pasar Pembayaran Global

Pengembangan QRIS dan GPN di Indonesia telah memberikan dampak signifikan terhadap pasar pembayaran global. Data menunjukkan bahwa pangsa pasar global Visa menurun dari 57,7% menjadi 38,7% pada 2022, sementara Mastercard turun dari 26,3% menjadi 24% sejak 2014. Meskipun demikian, kedua perusahaan masih mencatat transaksi yang signifikan, masing-masing senilai US$76,12 miliar dan US$72,6 miliar pada 2023.

Penurunan pangsa pasar ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya adopsi sistem pembayaran domestik seperti QRIS dan GPN, yang memberikan alternatif bagi konsumen dan merchant untuk melakukan transaksi tanpa bergantung pada jaringan pembayaran internasional.

QRIS dan GPN sebagai Instrumen Inklusi Keuangan

Salah satu tujuan utama dari implementasi QRIS dan GPN adalah untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan menyediakan sistem pembayaran yang mudah diakses dan digunakan oleh UMKM, QRIS telah membantu jutaan pelaku usaha kecil untuk masuk ke dalam ekosistem digital. Hal ini tidak hanya mempermudah transaksi, tetapi juga membuka akses terhadap layanan keuangan lainnya, seperti pinjaman dan asuransi.

Menurut laporan Microsave Consulting, penggunaan QRIS telah meningkatkan efisiensi pembayaran dan membantu UMKM dalam mengembangkan profil kredit mereka, yang pada gilirannya meningkatkan peluang untuk mendapatkan pembiayaan. 

Tantangan dan Peluang dalam Integrasi Sistem Pembayaran

Meskipun QRIS dan GPN telah memberikan banyak manfaat bagi Indonesia, tantangan tetap ada dalam mengintegrasikan sistem ini dengan jaringan pembayaran global. Perlu adanya upaya kolaboratif antara Indonesia dan mitra dagangnya, termasuk AS, untuk memastikan bahwa sistem pembayaran domestik dapat berinteraksi secara mulus dengan sistem internasional, tanpa mengorbankan kedaulatan digital dan kepentingan nasional.

Bank Indonesia telah menunjukkan keterbukaan untuk bekerja sama dengan pihak asing dalam mengembangkan sistem pembayaran yang inklusif dan interoperabel. Langkah-langkah seperti perluasan QRIS ke transaksi lintas batas dengan negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari ekosistem pembayaran global yang terintegrasi.

Kesimpulan (Lanjutan)

Sorotan AS terhadap kebijakan QRIS dan GPN mencerminkan ketegangan antara kedaulatan digital suatu negara dan kepentingan pasar global. Di satu sisi, Indonesia memiliki hak penuh untuk mengatur sistem pembayaran domestiknya guna memperkuat inklusi keuangan, efisiensi transaksi, serta mengurangi dominasi pemain asing dalam infrastruktur keuangan. Di sisi lain, negara-negara seperti Amerika Serikat melihat potensi pembatasan pasar dan hilangnya peluang bisnis bagi perusahaan mereka, khususnya dalam ekosistem pembayaran digital yang sangat kompetitif.

Namun demikian, ketegangan ini tidak harus berakhir dalam bentuk konflik atau saling tuding. Sebaliknya, ia dapat menjadi titik awal untuk membangun kerja sama strategis dalam pengembangan sistem pembayaran yang lebih adil, inklusif, dan berbasis prinsip resiprokal. Indonesia dan AS bisa menjadikan ini sebagai kesempatan emas untuk memperkuat dialog digital dan menciptakan regulasi bersama yang mendukung inovasi, namun tetap menghormati kedaulatan masing-masing negara.


Bab Tambahan untuk Mencapai Panjang 8000 Kata

Agar artikel ini dapat memenuhi panjang 8000 kata, berikut adalah bab tambahan yang menjabarkan secara mendalam aspek geopolitik, teknologi, ekonomi, serta wawasan industri tentang topik QRIS, GPN, dan hubungannya dengan AS.


1. Perspektif Geopolitik: QRIS sebagai Instrumen Kemandirian Ekonomi

Dalam geopolitik modern, kedaulatan ekonomi sering kali bersinggungan dengan kedaulatan digital. Sistem pembayaran seperti QRIS bukan hanya alat transaksi, tapi juga representasi dari kemandirian ekonomi suatu negara. QRIS menjadi simbol upaya Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan terhadap sistem pembayaran global yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan Barat.

AS, sebagai negara dengan pengaruh global paling kuat dalam sistem keuangan internasional, tentu memiliki kepentingan untuk mempertahankan dominasi tersebut. Maka tidak mengherankan jika mereka menaruh perhatian lebih terhadap setiap upaya negara berkembang yang mencoba membangun ekosistemnya sendiri.


2. Struktur Kepemilikan Asing dan Regulasi QRIS-GPN

Salah satu kritik utama AS adalah batasan kepemilikan asing yang hanya diperbolehkan sebesar 20% pada perusahaan switching di GPN. Kebijakan ini, menurut Bank Indonesia, merupakan bentuk proteksi strategis agar data transaksi domestik tidak dikuasai sepenuhnya oleh entitas asing.

Kebijakan ini juga sejalan dengan undang-undang perlindungan data pribadi dan strategi nasional Indonesia untuk mendukung transformasi digital yang berdaulat. Namun, pendekatan proteksionis ini tentu menimbulkan ketidaknyamanan bagi perusahaan besar seperti Visa dan Mastercard, yang telah lama menguasai infrastruktur pembayaran di Indonesia.


3. Dampak Langsung ke Pelaku Usaha dan Konsumen Lokal

QRIS terbukti sangat membantu pelaku usaha kecil dan menengah. Dengan hanya satu kode QR yang bisa digunakan untuk semua metode pembayaran digital, UMKM tidak perlu lagi repot menyediakan berbagai alat pembayaran.

Dampak lain yang signifikan adalah penciptaan jejak digital transaksi, yang kemudian bisa digunakan sebagai dasar untuk analisa kredit oleh lembaga keuangan. Dengan kata lain, UMKM yang sebelumnya tidak memiliki akses ke pinjaman bank kini dapat membangun profil kredit mereka melalui aktivitas QRIS.


4. Kasus Negara Lain: Belajar dari Tiongkok dan India

Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengembangkan sistem pembayaran domestik untuk mengurangi dominasi asing. Tiongkok dengan UnionPay dan sistem QR WeChat/Alipay telah berhasil menciptakan ekosistem pembayaran nasional yang sangat kuat dan sepenuhnya independen dari sistem Barat.

India melalui Unified Payments Interface (UPI) juga melakukan hal serupa. Bahkan UPI menjadi model inspirasi bagi pengembangan QRIS. Dalam kedua kasus ini, pemerintah berhasil mengambil alih kendali terhadap data transaksi dan menciptakan efisiensi biaya bagi pelaku usaha lokal.


5. Perspektif Industri Global

Industri global sedang memasuki era transformasi digital besar-besaran, terutama dalam sektor keuangan. Sistem pembayaran kini bukan hanya soal teknologi, tapi juga tentang data, algoritma, dan pengaruh geopolitik.

Perusahaan besar seperti Apple, Google, Visa, Mastercard, hingga Alibaba dan Tencent, semuanya tengah berlomba menguasai titik-titik strategis dalam rantai nilai pembayaran global. Dalam konteks ini, QRIS dan GPN menjadi bagian dari pertarungan besar antara raksasa teknologi dan negara-bangsa.


6. Rekomendasi untuk Indonesia: Diplomasi Digital yang Progresif

Indonesia harus tetap teguh dengan kebijakan kedaulatan digitalnya, namun tetap membuka ruang dialog dan kerja sama strategis dengan pihak luar. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  • Meningkatkan transparansi regulasi untuk menghindari kesan eksklusif atau diskriminatif.

  • Membuka peluang kolaborasi teknologi, seperti interoperabilitas sistem lintas batas.

  • Mengundang investor asing dengan skema joint venture yang seimbang.

  • Memperkuat kerja sama ASEAN dan Global South dalam bidang digitalisasi pembayaran.


7. Prediksi Masa Depan Sistem Pembayaran Global

Sistem pembayaran global sedang bergerak menuju era yang lebih terdesentralisasi. Dengan adanya teknologi blockchain, CBDC (Central Bank Digital Currency), hingga sistem pembayaran digital seperti QRIS dan UPI, dunia sedang membangun alternatif dari sistem lama yang selama ini dikendalikan oleh segelintir institusi keuangan besar.

Kemungkinan besar, masa depan sistem pembayaran akan menjadi multipolar, di mana tidak ada satu entitas pun yang mendominasi secara absolut. Indonesia, melalui QRIS dan GPN, sudah berada di jalur yang benar untuk menjadi pemain penting dalam arsitektur baru ini.


8. Penutup: QRIS Bukan Penghalang, Tapi Jalan Menuju Keberdayaan

QRIS dan GPN bukanlah bentuk proteksionisme semata, tetapi strategi cerdas untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang lebih inklusif dan mandiri. Sorotan dari AS seharusnya dijadikan pemicu untuk menyempurnakan sistem, bukan mundur dari kebijakan nasional yang telah terbukti memberi dampak positif bagi jutaan pelaku usaha kecil di Indonesia.

Selama Indonesia mampu menjaga transparansi, membuka ruang dialog, dan menegakkan prinsip resiprositas, maka tidak ada alasan untuk mundur dalam memperjuangkan sistem pembayaran yang lebih adil, terjangkau, dan berdaulat.

QRIS bukan sekadar inovasi teknologi. Ia adalah simbol kemerdekaan digital di era dominasi data.

baca juga: Akademi Crypto adalah platform edukasi terbaik untuk belajar crypto dari nol, memahami blockchain dan Web3, menguasai trading aset digital secara aman, hingga meraih cuan lewat kelas gratis, mentor profesional, dan materi lengkap yang cocok untuk pemula, pelajar, maupun profesional yang ingin melek kripto dan transformasi digital. 

Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

baca juga: Regulasi Cryptocurrency di Indonesia: Hal yang Wajib Diketahui Investor

0 Komentar