Mak Dare: Pelestari Joget Dangkong dan Pantun Lama Melayu di Tengah Arus Modernisasi"
Dara Duka, perempuan yang lahir di Dompak, sebuah pulau kecil di Kota Tanjungpinang pada tahun 1953, adalah sosok yang luar biasa. Setelah menikah dan memiliki anak, ia lebih dikenal dengan nama **Mak Dara**, yang dilafalkan menjadi **Mak Dare** mengikuti dialek Melayu Kepulauan Riau. Di usianya yang senja, Mak Dare telah menjadi salah satu penjaga terakhir seni tradisi Melayu Kepulauan Riau, khususnya **Joget Dangkong** dan **pantun lama Melayu**.
Nama Mak Dare mulai dikenal luas tidak hanya di kampung halamannya, tetapi juga hingga ke kalangan nasional dan internasional karena dedikasinya dalam melestarikan warisan budaya Melayu. Mak Dare dengan penuh ketekunan mencatat dan menghidupkan kembali pantun-pantun lama yang hampir punah, sebuah tradisi lisan yang menjadi bagian penting dari identitas kebudayaan Melayu. Artikel ini akan mengulas perjalanan hidup Mak Dare, tantangannya dalam melestarikan tradisi, dan bagaimana ia memengaruhi generasi muda melalui karya-karyanya.
### Awal Mula Perjalanan Mak Dare
Dara Duka atau Mak Dare lahir di lingkungan yang penuh dengan budaya dan tradisi Melayu. Dompak, sebuah pulau kecil di Kepulauan Riau, adalah tempat di mana budaya Melayu mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Sebagai anak kecil, Mak Dare telah akrab dengan pantun dan joget yang sering ditampilkan dalam berbagai acara adat dan perayaan.
Mak Dare tumbuh besar di tengah-tengah kebudayaan Melayu yang kental, di mana **pantun** dan **Joget Dangkong** menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat. Pantun Melayu bukan sekadar bentuk sastra, melainkan cara orang Melayu menyampaikan nasihat, sindiran, dan hiburan dengan cara yang indah dan penuh makna. Sementara itu, **Joget Dangkong** adalah tarian tradisional Melayu yang penuh dengan gerak ritmis dan musik tradisional. Joget ini biasanya ditampilkan dalam acara-acara adat seperti pernikahan atau perayaan hari besar.
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak tradisi dan kesenian lokal yang mulai ditinggalkan, digantikan dengan hiburan modern yang dianggap lebih relevan. Joget Dangkong pun perlahan mulai terlupakan, begitu juga dengan pantun-pantun lama yang semakin jarang diucapkan. Namun, di tengah arus modernisasi yang menggerus nilai-nilai tradisional, Mak Dare tetap teguh mempertahankan warisan budaya tersebut.
### Ketekunan Melestarikan Pantun Lama Melayu
Pantun Melayu adalah salah satu karya sastra lisan tertua yang pernah ada di Nusantara. Sejak kecil, Mak Dare telah jatuh cinta pada pantun. Ia menganggap pantun bukan hanya sebagai bentuk hiburan, tetapi juga sebagai warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Menurutnya, di dalam setiap bait pantun terkandung filosofi hidup yang dalam, yang mencerminkan kebijaksanaan orang-orang Melayu zaman dahulu.
Di saat generasi muda semakin jarang berinteraksi dengan pantun, Mak Dare justru melihatnya sebagai tantangan. Ia mulai mengumpulkan pantun-pantun lama yang ia dengar dari para tetua kampung. Bahkan, ia tak segan-segan untuk mendatangi kampung-kampung di sekitar Kepulauan Riau demi mencatat dan menyimpan pantun-pantun tersebut. Proses ini tentu saja tidak mudah, mengingat pantun adalah bagian dari tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun tanpa ada dokumentasi tertulis yang memadai.
Mak Dare menyadari bahwa apabila pantun ini tidak segera didokumentasikan, maka kebudayaan Melayu akan kehilangan salah satu aset terpentingnya. Oleh karena itu, ia mulai mencatat setiap pantun yang ia dengar dalam sebuah buku. Buku catatan pantun Mak Dare kini menjadi semacam "harta karun" budaya yang tidak ternilai harganya. Ia berharap, suatu saat nanti, generasi muda bisa kembali menemukan kekayaan filosofi dan kebijaksanaan hidup yang ada dalam setiap bait pantun.
### Joget Dangkong: Menari dengan Jiwa Melayu
Selain pantun, Mak Dare juga berperan besar dalam melestarikan **Joget Dangkong**. Tarian tradisional ini, yang penuh dengan gerak gemulai dan iringan musik khas Melayu, mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan zaman. Joget Dangkong pada dasarnya adalah tarian rakyat yang sering dipertunjukkan dalam berbagai acara adat dan perayaan di Kepulauan Riau. Namun, dengan semakin berkembangnya pengaruh budaya pop dan hiburan modern, tarian ini perlahan mulai terlupakan.
Mak Dare, yang memiliki kecintaan mendalam terhadap budaya Melayu, tidak tinggal diam. Ia mulai mengajarkan kembali tarian Joget Dangkong kepada generasi muda di kampung halamannya. Ia percaya bahwa seni tari ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan dari identitas budaya orang Melayu. Lewat gerakan tari, orang Melayu mengungkapkan perasaan, nilai-nilai, dan pandangan hidup mereka.
Dengan ketekunan yang luar biasa, Mak Dare berhasil menghidupkan kembali semangat Joget Dangkong di kampungnya. Ia mengajak para pemuda untuk belajar dan tampil dalam berbagai acara, sehingga tarian ini tidak sepenuhnya punah. Bahkan, beberapa tahun terakhir, Joget Dangkong mulai kembali dikenal di beberapa festival budaya di Indonesia, berkat usaha keras Mak Dare.
### Tantangan dan Dedikasi Mak Dare
Perjuangan Mak Dare dalam melestarikan kebudayaan Melayu tentu tidak tanpa tantangan. Di era digital yang serba cepat dan modern ini, banyak orang—terutama generasi muda—lebih tertarik pada hiburan modern daripada tradisi-tradisi lama yang dianggap "kuno". Ditambah lagi, kurangnya perhatian dari pemerintah setempat dalam mendukung upaya pelestarian budaya lokal menjadi hambatan tersendiri bagi Mak Dare.
Namun, Mak Dare tidak pernah menyerah. Bagi beliau, ini adalah tanggung jawab moral yang harus ia pikul, demi menjaga agar warisan nenek moyang tidak hilang ditelan zaman. Meskipun sering kali ia harus menghadapi kurangnya dana dan dukungan, semangatnya tidak pernah surut.
Mak Dare juga kerap diundang sebagai narasumber dalam acara-acara budaya dan seminar terkait pelestarian budaya lokal. Ia selalu menekankan pentingnya menjaga tradisi, bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga sebagai identitas yang akan memberikan fondasi kuat bagi perkembangan budaya di masa depan.
### Penghargaan dan Pengakuan
Atas dedikasinya yang luar biasa, Mak Dare telah mendapatkan sejumlah penghargaan dari berbagai pihak, baik di tingkat lokal maupun nasional. Di kampung halamannya, ia dianggap sebagai tokoh yang berperan besar dalam menjaga keutuhan budaya Melayu. Tidak hanya itu, berbagai festival budaya dan organisasi pelestarian budaya juga memberikan pengakuan atas usahanya dalam melestarikan Joget Dangkong dan pantun lama Melayu.
Pada tahun 2024, kisah perjuangan Mak Dare mendapat sorotan dari **National Geographic Indonesia**. Dalam edisi khusus bulan September 2024, mereka menampilkan sosok **Mak Dare** sebagai salah satu inovator budaya. Artikel yang ditulis oleh Utomo Priyambodo dan difoto oleh Donny Fernando, mengisahkan perjalanan panjang Mak Dare dalam menjaga warisan budaya Melayu di tengah keterbatasan yang ada. Pengakuan ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Mak Dare, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk turut serta dalam upaya pelestarian budaya lokal.
### Harapan Mak Dare untuk Generasi Muda
Salah satu harapan terbesar Mak Dare adalah agar generasi muda tidak melupakan akar budayanya. Baginya, budaya adalah identitas yang memberikan kita pemahaman tentang siapa kita dan dari mana kita berasal. Ia selalu mengajak para pemuda untuk tidak malu mempelajari dan melestarikan tradisi-tradisi lokal yang ada.
Lewat ajarannya, Mak Dare berharap agar pantun dan Joget Dangkong tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga hidup di tengah-tengah masyarakat modern. Menurutnya, meskipun zaman terus berubah, ada nilai-nilai budaya yang tetap relevan dan harus dijaga.
0 Komentar